Makalah Ekonomi Syariah




KEAMPUHAN SISTEM EKONOMI ISLAM TERHADAP PROBLEMATIKA EKONOMI NASIONAL
 oleh:
Lukman Hakim













KELAS XII IPA
MADRASAH ALIYAH AL-HAITSAM
 KOTA BOGOR
2016



KATA PENGANTAR


 Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya saya  dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Menggapai kesejahteraan Hidup dengan Sistem Ekonomi Syariah “ ini dengan lancar.
Shalawat berangkai salam senantiasa kami hantarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai Khaatimu an-nabiyyin yang telah membuka jalan ilmu pengetahuan sehingga kita dijadikan orang yang beradab, berbudaya, dan berpengetahuan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini selain untuk mengikuti lomba LKTI (Lomba Karya Tulis Ilmiah) yang diselengggrakan oleh Universitas Djuanda, Fakultas Ekonomi Islam, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi umat Islam khususnya saya  dan pembaca agar dapat menambah khazanah ilmu kita terkait tentang ekonomi syariah.
Tentunya makalah ini tidak terlepas dari ketidaksempurnaan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu saya harapkan, sehingga kedepannya saya dapat memperbaiki diri demi peningkatan kualitas makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb


                                                  
   Bogor, 28 Februari 2016






DAFTAR ISI




BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       Latar belakang

Bila sebelum era 90-an pembicaraan tentang Sistem Ekonomi Islam begitu ditabukan, kini sistem tersebut mulai lagi menjadi wacana. Hal ini sangat logis, di satu sisi realitas menunjukkan bahwa sistem ekonomi sekarang ini bukan hanya tidak mampu menyelesaikan masalah, bahkan menciptakan masalah. Lebih dari 65 tahun kapitalisme memimpin Indonesia, membuat puluhan juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan, dan belasan juta  pengangguran. Sementara sekitar jutaan anak juga harus putus sekolah. Hidup pun semakin sulit dijalani, sekalipun sekedar mencari sesuap nasi. Beban kehidupan semakin bertambah seiring dengan kenaikan harga-harga akibat krisis yang berkepanjangan. Keterpurukan ini dirasakan oleh seluruh rakyat, muslim maupun non muslim. Siapa yang suka dengan sistem yang melahirkan keterpurukan-keterpurukan seperti ini?
Adapun islam sebagai agama rahmatulila’amin, telah mnyediakan solusi dalam mengatasi berbagai problematika perekonomian Negara. Salah satu caranya yaitu dengan menerapkan Sistem Eknomi Syariah yang berlandaskan Al-qur’an dan Hadis. Sistem ini bukan hanya sebatas dalam tatanan konsep semata, melainkan telah dibuktikan dan direalisasikan melalui perjalanan panjang kaum muslimin yang ketika itu hidup berada di bawah naungan Negara khilafah yang menerapkan islam secara kaffah. Dimulai dari kepemimpinan baginda Rasululloh SAW, kemudian berlangsung hingga masa Daulah Bani Umayyah di bawah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Yang mana pada masa ini tidak didapati seorangpun yang mau menerima sedekah dari baitul mal lantaran kebutuhan hidup yang sudah tercukupi.
Demikianlah terapi mujarab dari sistem ekonomi syariah yang benar-benar membawa keberkahan dan kesejahteraan. Bukan hanya bagi umat islam, tapi juga bagi umat non muslim yang hidup di bawah naungan islam.

1.2.       Identifikasi Masalah

1.      Krisis ekonomi nasional yang tak kunjung terselesaikan.
2.      Lemahnya sistem kapitalis dan perbankan konvensional
3.      Maraknya praktek ribawi di kalangan masyarakat.

1.3.       Pembatasan Masalah

  Permasalahan yang dibatasi dalam makalah ini adalah seputar keampuhan sistem ekononi syariah dalam menyelesaikan berbagai problematika perekonomian nasioanal.

1.4.       Rumusan masalah

1.      Bagaimana solusi Sistem Ekonomi Syariah dalam menanggulangi krisis ekonomi nasioanal?
2.      Bagaimana penerapan Sistem Ekonomi Islam di Indonesia?

1.5.       Tujuan menulis

Secara umum, selain dalam rangka mengikuti lomba karya tulis ilmiah, tujuan penulisan makalah ini untuk melihat sekaligus menimbang baik-buruknya sistem ekonomi sekarang dibanding sistem ekonomi syariah.

1.6.       Manfaat

1.      Untuk memberikan informasi seputar krisis ekonomi nasional dan kekurangan sistem kapitalis.
2.      Untuk menambah penghetahuan tentang penerapan Sistem Ekonomi Syariah.
3.      Untuk memberikan informasi kepada pembaca bahwa Sistem Ekonomi Syariah tak hanya sebagai solusi dalam menyelesaikan krisis nasional, melainkan juga dapat diimplementasikan sebagai perekonomian Negara.














BAB II

PEMBAHASAN

2.1.            Pengertian Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah adalah suatu sistem yang mengatur segala aspek perekonomian rakyat dan Negara dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan dengan berlandaskan Alqur’an dan Al-hadis.
Ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalisme ataupun sosialisme yang berorientasi kepada materialistik semata. Sehingga lahirlah manusia-manusia yang menuhankan materi. Selain itu, ekonomi syariah dalam perspektif islam merupakan sebuah dimensi horizontal yang memiliki nilai ibadah.

2.2.            Perbedaan Ekonomi Syariah dan Konvensional

Indonesia sudah memasuki tahun ke-16 sejak runtuhnya rezim Orde Baru. Namun, sejatinya tak ada yang berbeda dari masa sebelumnya. Indonesia tetap hidup dalam lingkungan krisis multidimensional dan Krisis ekonomi yang tak unjung usai. Bahkan semakin terpuruk. Berbagai dampak negatif  dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh rakyat akibat standar yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional (kapitalis). Karena sistem kapitalis ini adalah sebuah sistem yang berkubang imperialis (musta’mirin) bagi penerimanya. Tidak ada batasan halal dan haram, siapa yang memiliki modal besar, ialah yang menang. Pada ujungnya sistem ini selalu melahirkan perpecahan, permusuhan, dan saling jatuh menjatuhkan satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.
Adapun sistem ekonomi syariah berbeda dengan sistem kapitalis ataupun sosialis yang bercorak materialistik dan individualistik. Sistem Ekonomi Syariah bukan pula berada di tengah-tengah kedua sistem tersebut. Ekonomi syariah harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Baik kaya, miskin, muslim ataupun non muslim. Selain itu juga harus mampu memberikan peluang usaha bagi segenap rakyat kecil dan marginal. Secara implisit perbedaan perbankan syariah dan konvensional disajikan dalam Tabel 1.  


Tabel 1 Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
Bank Islam
Bank Konvensional
Melakukan investasi-investasi yang halal saja
Investasi yang halal dan haram
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.
Memakai perangkat bunga
Profit dan falah (kemakmuran di dunia dan akhirat) oriented
Profit oriented
Hubungan dengan nasbah dalam bentuk kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur-debitur
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Tidak terdapat dewan sejenis

2.3.            Karesteristik ekonomi syariah

Terdapat banyak dalil didalam Al-qur’an maupun Al-hadis yang mengidentifikasikan karakteristik-karakteristik Sistem Ekonomi Syariah. Secara umum karakteristik tersebut terangkum dalam nilai-nilai perekonomian islam sebagai berikut:
1.      Perekonomian yang bersifat universal dengan mengacu kepada norma-norma islam:
QS Al-maidah (5) :87-88
2.      Ekonomi syariah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan baik sosial maupun ekonomi.
Rasululloh SAW bersabdha: “sesungguhnya Alloh tidak melihat kepada rupa dan harta-harta kalian, tetapi Alloh melihat kepada hati kalian dan amalan kalian” (HR.Tirmidzi)
3.      Keadilan distribusi pendapatan : QS Azzukhruf :32
4.      Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial: QS Al’araf(7) :157

2.4.            Tujuan Sistem Ekonomi Syariah

 Sistem Ekonomi islam memiliki tujuan yang jelas dan nyata. Tak sekedar implementasi yang berorientasi  materialistik semata, melainkan memberikan keselarasan dan keseimbangan bagi kehidupan di dunia serta pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan syariat islam guna mencapai falah (kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat)

2.5.       Permasalahan yang terjadi di Indonesia

Peralihan kursi kepemimpinan Negara yang diharapkan mampu mengatasi problematika ekonomi nasional seakan belum menunjukkan tanda tanda akan segera pulih. bahkan tanda-tanda Indonesia akan terjerumus kepada situasi krisis ekonomi 1998, yang kala itu mampu meruntuhkan rezim Orde Baru sebenarnya sudah sangat jelas. Salah satu indikatornya adalah pelemahan nilai tukar terhadap dollar AS yang belakangan ini belum turun secara maksimal.
Belakangan ini kurs bahkan mencapai 1345.00 rupiah. Kisaran yang sama pada saat krisis April, Mei 1998. Selain itu Anggara Pendapatan dan Belanja  Negara (APBN) kita masih dikuras dalam rasio besar untuk pengeluaran membayar bunga hutang baik hutang luar negeri maupun dalam negeri dalam bentuk bunga obligasi rekap konvensional. Hal tersebut semakin memburuk dengan kabar baru-baru ini, sebagaimana yang diinformasikan dalam harian Republika, bahwa hasil postur APBN 2016 mengalami defisit yang besar. Rencana pengalokasian dana  APBN dari anggaran belanja Negara     berjumlah 20.95 triliun yang terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp. 1325,61 Triliun dan transfer ke daerah dan desa Rp.77,2 triliun. Sedangkan pendapatan Negara yang utamannya ditopang oleh pajak rakyat baru mencapai 1882,5 triliun. Padahal seharusnya belanja pemerintah disesuaikan dengan pendapatan pemerintah, saat jumlah pendapatan jauh di atas pendapatan akibat target yang dicanangkan tidak tercapai, disinilah muncul masalah baru. sebab, untuk menutupi defisit tersebut pemerintah harus mencari alternatif dengan menghutang ke luar negeri. Akibatnya, hutang Negara semakin bertambah.
Walaupun baru-baru ini pemerintah mencanangkan program pemangkasan APBN sebesar 290 triliun guna mengefisiensikan pengeluaran. Tetapi rencana tersebut mungkin tidak akan benar-benar terealisasi jika negeri kita masih menganut ekonomi kapitalis yang menjerat rakyatnya kepada praktek ribawi yang merusak perekonomian nasional. Nantinya, dana APBN ratusan triliun yang seharusnya diprioritaskan untuk pemberdayaan rakyat miskin, tetapi justru untuk mensubsidi bank-bank ribawi plus tambahan bungannya yang sangat besar. Hal ini tentu berimplikasi buruk terhadap pajak yang dikeluarkan rakyat. Artinya rakyat jualah yang harus menanggung beban perekonomian Negara.
Praktek ribawi, sejak masa Yunani Kuno, sebenarnya tidak disukai dan dikecam habis-habisan. Aristoteles mengutuk sistem pembungaan ini dengan mengatakan riba sebagai ayam betina yang mandul dan tidak bisa bertelur. Begitu juga ekonom modern, misalnya J.M. Keyness, mengkritik habis-habisan teori klasik mengenai bunga uang ini. Keynes beranggapan, perkembangan modal tertahan oleh adanya suku bunga uang. Jika saja hambatan ini dihilangkan, lanjut keynes, maka pertumbuhan modal di dunia modern akan berkembang cepat. Hal ini memerlukan kebijakan yang mengatur agar suku bunga uang sama dengan nol. Naasnya, Menurut data terbaru, suku bunga kredit perbankan nasional di Indonesia dinilai yang tertinggi di kawasan ASEAN. NIM perbankan nasional yang terlalu tinggi inilah yang menyebabkan belum terdongktaknya pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Keterpurukan ekonomi Indonesia juga ditandai dengan lemahnya sektor non riil. Di sektor non riil diperdagangkan mata uang dan surat berharga termasuk surat utang, saham, dan lainnya. Sektor ini terus membesar dan segala transaksinya tidak berpengaruh langsung pada sektor riil (sektor barang dan jasa). Pertumbuhan yang ditopang sektor ini akhirnya menjadi pertumbuhan semu. Secara angka ekonomi tumbuh tapi tidak berdampak pada perekonomian secara riil dan perbaikan taraf ekonomi masyarakat.
Semua itu diperburuk oleh sistem moneter yang diterapkan di seluruh dunia saat ini yang tidak disandarkan pada emas dan perak. Uang akhirnya tidak memiliki nilai instrinsik yang bisa menjaga nilainya. Nilai nominal yang tertera ternyata sangat jauh berbeda dengan nilai intrinsiknya. Ketika terjadi penambahan uang baru melalui pencetakan uang baru atau penambahan total nominal uang melalui sistem bunga dan reserve banking, maka total nominal uang dan jumlah uang yang beredar bertambah lebih banyak, tak sebanding dengan pertambahan jumlah barang. Akibatnya, nilai mata uang turun dan terjadilah inflasi. Inflasi otomatis ini diperburuk dengan kegagalan pemerintah mengelola produksi dan pasokan barang, terutama bahan pangan, seperti yang terjadi saat ini; begitu pula dengan kebijakan kenaikan harga BBM.
 Inilah gambaran umum kondisi perekonomian nasional. Ekonominya mudah memanas. Angka inflasi adalah parameternya, dan ini sering mendera di sektor bahan pangan. Paramater lain adalah biaya logistik tinggi, suku bunga tinggi, nilai tukar juga sangat mudah bergerak naik turun, serta cadangan devisa bukan bertambah tapi malah banyak terpakai untuk menjaga stabilitas moneter dan membiaya impor.

2.6.            Sistem Ekonomi Syariah sebagai solusi

   Salah satu solusi yang paling penting untuk memperbaiki ekonomi nasional yakni dengan mengganti Sistem Ekonomi Kapitalis dengan Sistem Ekonomi Syariah. Sebab kapitalisme yang menjadi sistem kita saat ini, di satu sisi memang menghasilkan kemajuan matearis lebih dari yang bisa diberikan oleh ekonomi sosialis. Tapi, di sisi lain, sistem ini telah menciptakan kondisi yang dalam berbagai hal justru bertentangan dengan eksistensi manusia. Seperti kesenjangan ekonomi, kehidupan hedonis dan materialistik, dan proses dehumanisasi serta krisis-krisis yang lainnya.
Dalam keyakinan islam, berbagai krisis tadi merupakan bentuk fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh perilaku manusia sendiri. Ditegaskan oleh Alloh  SWT dalam Alqur’an surat Ar-rum:41:
“Telah tampak kerusakan di muka bumi disebabkan oleh tangan-tangan manusia”
Imam Jalaluddin As-suyuti dalam kitabnya ‘Tafsir Al-qur’an wal Adzim atau yang lebih popular dengan ‘Tafsir Jalalayni’ mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat bimaa kasabat aydinas dalam ayat itu adalah “oleh karena kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan manusia” (minal ma’asiy). Maksiat adalah bentuk pelanggaran kepada hukum Alloh SWT yakni melakukan yang dilarang Alloh dan meninggalakan apa yang diwajibkan. Dan setiap bentuk kemaksiatan pasti menimbulkan dosa yang berakibat turunnya azab Alloh Ta’ala.
Kita lihat, dewasa ini, aturan-aturan islam memang sengaja disingkirkan dari kehidupan masyarakat. Malah sistem sekulerlah yang selama ini  kita adopsi seperti sistem kapitalis yang sudah sanagat jelas menyengsarakan rakyat. Dalam tatanan ekonomi kapitalistik, kegiatan ekonomi hanya sekedar memperoleh materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan norma-norma islam atau tidak.
Oleh karena itu perlu adanya dongkrakan baru dari pemerintah khususnya, dan kesadaran masyarakat secara umum, untuk merecovery ekonomi konvensional dengan sistem ekonomi syariah. Sebab, Sistem Ekonomi Syariah yang diwakili oleh lembaga-lembaga perbankan syariah telah menunjukkan keresistenannya di masa krisis karena ia menggunakan sistem bagi hasil sehingga tidak mengalami negative spreade sebagaimana bank-bank konvensional.
Salah satu contoh Negara yang telah mendulang sukses dalam penerapan dan pengelolaan sistem Sistem Ekonomi Syariah adalah Malaysia.  kebijakan Islamic first yang diterapkan oleh pemerintah Malaysia, yakni dengan memberikan kemudahan peraturan bagi bank-bank syariah asing ketimbang bank-bank konvensional dalam berinvestasi, telah menjadikan negeri jiran tersebut menjadi cerminan dalam suksesnya Sistem Ekonomi Syariah.
Terbukti dari catatan yang terkumpul dari Direktorat Pengaturan Pengembangan Perizinan dan Pengawasan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan Malaysia sebagai negara dengan aset keuangan syariah terbesar di Asia Tenggara, bahkan dunia. Pada Desember 2014, nilai aset perbankan syariah Malaysia mencapai 423,2 miliar dollar AS. Bandingkan dengan Indonesia yang pada periode sama hanya mempunyai nilai aset 35,62 miliar dollar AS.
Oleh karenannya, aplikasi ekonomi islam bukanlah suatu solusi yang harus dipertimbangkan lagi, namun harus benar-benar diperhatikan dan diimplementasikan di negeri kita yang sedang dilanda krisis ekonomi nasional. Sebab Sistem Ekonomi Islam yang menitikberatkan pada penegakkan prinsip keadilan dan membawa rahmat untuk semua orang, tidak diperuntukkan bagi ummat muslim saja, namun untuk seluruh lapisan masyarakat yang juga meliputi umat non muslim.

2.7.       Penerapan Sistem Ekonomi Syariah

 Dalam sejarahnya upaya peneran Sistem Ekonomi Syariah sudah dilakukan sejak awal abad 20. Namun, bank syariah hanya sebatas teoritis dalam bahan individu terbatas, belum ada langkah nyata yang memungkinkan implementasi gagasan tersebut.
Namun, gagasan tersebut berkembang dan telah dicoba oleh beberapa Negara islam dimulai dari Pakistan, Mesir, Siprus, Kuwait, Bahrain, UEA, dan Malaysia. Barulah pada awal periode 1980-an diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai dilakukan oleh sejumlah tokoh revosioner, seperti M.Amin Aziz, A.M Syaifulloh, M.Natsir, dll.
  Hingga perkembangan syariah mulai menemukan titik terangnya pada era reformasi ditandai dengan disetujuinnya UU No. 10 tahun 1998 yang mengatur sistem landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diusahakan oleh bank syariah, kemudian munculah produk-produk perbankan syariah yang menjadi manifestasi atas perwakilan ekonomi syariah.
Dalam kehidupan ekonomi islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut harus benar-benar dijahui guna meningkatkan mutu dan kualitas perbankan syariah yang berlandaskan Al-qur’an dan hadis.
Selain itu, di dalam Sistem Ekonomi Syariah, Negara memiliki peran penting dalam menerapkan sistem ekonomi islam, salah satu caranya dengan mendirikan baitul mal sebagaimana dahulu leluhur kita menerapkannya sebagai tempat atau pusat perekonomian. Wajar, sebab konsep baitul mal pernah menorehkan prestasi gemilang pada masa Umar bin Abdul Aziz dengan tercapainya pemerataan kesejahteraan hingga penduduk Afrika-yang dikenal sebagai wilayah miskin- menolak menerima zakat.
Islam juga menetapkan dinar dan dirham sebagai mata uang negara. fakta menunjukkan bahwa standar alat tukar itu tidak terkena inflasi, atau tidak lekang oleh zaman, dan nilainya relatif stabil meski terjadi perubahan sosial politik. Andai Indonesia menggunakan emas dan perak sebagai mata uangnya, tentulah tidak akan terjadi krisis moneter seperti terjadi pada tahun 1998. Bahkan, penulis buku Think Dinar, Endy J. Kurniawan sendiri telah membuktikan keampuhan dinar ketika krisis moneter tahun 1998 silam.
Saat itu ada dua orang yang gagal naik haji kerena tiba-tiba ongkos naik haji meroket akibat dolar naik 3 kali lipat. (pada tahun 1997 ONH 8 jt-an, tahun 1998 ONH melonjak menjadi 21,7 jt). Diceritakan dalam buku itu bahwa kedua calon haji tersebut sama-sama punya uang 10 juta di tabungan mereka. akhirnya satu calon memutuskan untuk mengambil tabungannya dan mengganti tabungannya tersebut dengan tabungan emas.
Sedangkan satu orang lagi tetap meneruskan tabungan rupiahnya yang sudah 10 juta secara rutin. Dua tahun kemudian apa yang terjadi? Ternyata orang yang mengganti tabungannya dengan emas, bisa pergi haji berdua sedangkan orang yang tetap menerusakan tabungannya dengan rupiah masih belum pergi haji kerana uangnya tidak cukup. Hal tersebut membuktikan bahwa mata uang emas daya belinya tidak akan pernah rusak oleh inflasi dan tidak lapuk oleh zaman.
Islam juga menegaskan bahwa uang sebagai alat tukar itu tidak boleh diam, harus produktif. Alloh  mengancam orang-orang yang menimbun emas dan perak dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya doi jalan alloh, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendpatka siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas dan perak tersebut di dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengan-Nya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka lalu dikatakan kepada mereka: inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari apa yang kamu simpan”. (QS At-Taubah (9): 34-35)
Juga Islam menetapkan bahwa uang sebagai alat tukar tidak boleh diputar dalam bisnis non riil, seperti dipinjamkan untuk mendapatkan ribanya. Jelas Alloh mensifati bisnis ini adalah praktek ribawi yang tidak bakal stabil. Allah mengumampakan orang-orang yang memakan riba bagaikan orang yang sempoyongan kemasukan setan. Allah berfirman:
“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan demikian disebabkan mereka mengatakan sesungguhnya jual sama dengan riba, padahal Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS Al-baqoroh (2) : 275)
Dengan demikian, seluruh jenis transaksi yang diharamkan oleh Alloh SWT dan Rasul-Nya tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau zalim yang dapat mengakibatkan dharar atau bahaya bagi masyarakat dan Negara. Sifat-sifat tersebut melekat pada ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. konsekuensinya bagi Negara dan masyarakat yang menaganut dan tunduk pada sistem tersebut adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.



BAB III

PENUTUP

Islam bukanlah agama ritual semata, melainkan sebuah ideologi. Sebagai sebuah ideologi yang shahih, tentu islam memiliki cara-cara yang lengkap dalam mengatasi problematika manusia, termasuk problematika ekonomi Negara. Dari pembahasan ini, tampak bagaimana kehandalan Sistem Ekonomi Syariah sebagai solusi dari krisis yang berkepanjangan. Apabila saat ini kita menyaksikan banyak kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dsb melanda umat islam, maka hal itu disebabkan karena mereka tidak hidup dengan norma-norma islam. Sistem selain islamlah (kapitalis, sosialis/komunis) yang mereka terapkan saat ini, sehingga meskipun kekayaan alamnya melimpah, tetap saja hidup dalam kemiskinan dan keterpurukan. Allah SWT berfirman:
“Barang siapa yang dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thaha (20) :124.
   Pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk mengimplementasikan Sistem Ekonomi Syariah, guna memperbaiki perekonomian Negara kita  yang saat ini dilanda berbagai masalah dan krisis nasional, apalagi penduduk Indonesia mayoritas beraga Islam. Tentunya dapat mendukung dan terbuka terhadap penerapan Sistem Ekonomi Syariah tersebut.
   Semoga dengan dibuatnya karya tulis yang sederhana ini, penulis menyarankan agar pemerintah tertarik dan mempertimpangkan Sistem Ekonomi Syariah untuk diterapkan sebagai Sistem Perekonomian Nasioanal sebagaimana yang dilakukan oleh Malaysia, baik dalam menjalankan ekonomi makronya, maupun dalam rangka mendorong perkembangan lembaga keuangan syariah di tanah air tercinta ini.


BAB IV

DAFTAR PUSTAKA


Syafi’I, Antonio.(1999).Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum.Bogor:Tazkia Institute.
Hizbut Tahrir Ind.(2000). Bunga Rampai Syariat Islam. Pustaka: Hizbit Tahrir Indonesia
Republika, 16 Februari 2016
Kurniawan, J Endy (2011). Think Dinar. Cetakan ke-5.Pustaka: Asma Nadia Publishing House.

  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Ekonomi Syariah "

Post a Comment