Mesir Ekspektasi dan Realita
Tak terasa, sudah Sebulan lebih gue menetap di
Mesir, tepatnya di daerah hayyu asyir,masih bagian Nasr City di kota Kairo. Di mana kawasan
ini banyak sekali dihuni oleh Masisir (mahasiswa Indonesia Mesir). Karena
selain syaqqoh (rumah) yang tersedia di sana relatif murah, di ‘Asyir
juga banyak terdapat pasar-pasar, toko-toko, rumah makan nusantara, hingga
pangkas rambut Asia yang sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup para Masisir.
Termasuk gue pribadi yang hidup di kawasan pasar ‘Asyir. Yakni suqmadrosah.
Awal kedatang gue di bumi seribu menara ini, gue sempat dikagetkan dengan lingkungan Mesir yang jauh dari ekspektasi ketika gue masih di Indonesia. Terutama di daerah gue yang mana kanan-kiri, depan-belakang adalah penjual baju, ikan, sayuran,
perabotan, dll. Ditambah letak rumah gue berada di lantai 6. Hal Itu yang bikin gue males naik turun keluar
kamar. Awalnya gue berpikir akan merasa tidak kerasan hidup di lingkungan seperti itu dengan alasan takut gak fokus belajar. Namun setelah lewat seminggu, dua minggu, tiga minggu, hingga sebulan, gue jadi semakin
terbiasa dengan bisingnya kondisi lingkungan gue. Ternyata, banyak hikmahnya gue tinggal di kawasan sana. Pertama, rumah gue berdeketan sekali dengan masjid Al-fath, yakni di belakang syaqqoh. Salah satu
nikmat hidup memilki rumah dekat masjid sehingga memudahkan kita berkunjung ke
rumah Alloh di setiap waktu solat. Kedua, kawasan rumah gue selalu ramai, jadi
tingkat kriminalitas tergolong rendah bahkan aman karena haromi
(perampok) akan mikir-mikir dahulu kalau mau macem-macem di suq madrosah.
Berbeda dengan Masisir lainnya yang tinngal di kawasan Mousallas, Gami’, atau Bawabat (masih ‘Asyir).
Sudah banyak kasus perampokan menimpa Masisir yang dilakukan oleh orang-orang kulit hitam, terutama di jalan-jalan yang sepi. Di atas
jam 9 malam saja itu sudah rawan. Kalau di kawasan rumah gue jam 9 itu masih kaya sore. Sepinya jam 3
pagi. Hihihi. Kebiasaan orang-orang Mesir yang berbanding terbalik dengan orang
Indonesia. Gue yakin kalau
mereka mewarisi sifat nokturnal burung hantu yang mana kalau malam beraktivitas dan paginya istirahat. Makanya tak aneh kalau
toko-toko di Mesir umumnya baru buka minimal jam 11 siang.
Berbicara tentang kebersihan, jangan ditanya.
Mesir nomor satu dalam hal sampah. Yaps, sampah yang bertebaran dimana-mana.
Seperti yang gue singgung di awal, sungguh kaget gue waktu pertama kali
mendarat di sini, sampah ‘epriwer’. Tak ada tukang sapu jalan di ‘Asyir
layaknya di Indonesia. Orang bebas buang sampah dimana-mana. Yang lebih
parahnya ada istilah yang melekat buat negeri Mesir ini, kullu ardin hamaam. Setiap tanah itu wc. Bayangkan bro!gak Cuma bebas buang sampah, namun kencing di
tembok-tembok atau di tanah rumah orang pun sudah gak asing lagi di sini.
Sungguh berbeda dengan apa yang gue lihat di film-film yang mengangkat latar Mesir. Seperti film ayat-ayat
cinta ataupun KCB yang sudah menuntun gue untuk menimba ilmu di sini.
Menyaksikan hal ini gue jadi teringat kisah
seorang ulama besar Mesir yang juga penggagas modernisme islam di abad 20, yakni Syaikh Muhammad Abduh bersama murid-muridnya di Perancis. Alkisah,
Syaikh Muhammad Abduh berdakwah hingga ke dataran Eropa, Prancis. Di tanah
bekas jajahan Napoleon Bonaparte itulah sang Syaikh menyebarkan keluhuran dan
kemuliaan agama islam pada masyarakat Prancis sekitar, bahkan mendirikan
majalah islam Al-‘urwah Al-Wutsqo yang sangat tenar ketika itu. pada
akhirnya banyak dari mereka yang memeluk ajaran islam berkat dakwah Syaikh
Muhammad Abduh.
Suatu waktu sang Syaikh harus kembali ke Mesir
guna memenuhi panggilan dewan Al-Azhar untuk kembali mengajar di Universitas
tertua kedua di dunia itu. Setelah sekian lama menetap di tanah kelahirannya. Murid-murid
beliau pun rindu akan sosok Syaikh Muhammad Abduh. Hingga sebagian dari mereka
nekat bertandang ke Mesir melalui jalur darat dan menyebrangi laut Mediteriana
guna bertemu sang syaikh sekaligus ingin mempelajari cara hidup masyarakat di
mana sang Syaikh lahir.
Ketika sampai di pelabuhan, alangkah kagetnya
murid Syaikh Muhammad Abduh kala melihat kondisi lingkungan pelabuhan yang
semerawut. Suara pekerja yang teriak keras-keras, sampah di mana-mana, bahkan
ada pula yang kencing di tembok.
“Apa-apaan ini? bukankan kencing ada
adab-adabnya dalam islam?”
Sungguh aneh tapi nyata. Namun, mereka tetap positif
thingking dan melanjutkan perjalanan hingga ke jantung kota Kairo.
Setibanya di kawasan Masjid Husein, mereka dikejutkan kembali dengan banyaknya
para peminta-minta di samping Masjid cucu Rasululloh tersebut.
“Sungguh tak masuk akal, tak tahukah mereka
bahwa Rasululloh membenci para peminta-minta? terlebih di kawasan mesjid cucu
beliau yang mulia. Apakah para ulama di sini tidak ada yang menasihatinya?
Apakah rakyat di sini tidak ada yang membayar zakat?”. Komentar salah seorang dari mereka.
Hingga tatkala mereka menemukan kantor sang
Syaikh yang letaknya tak jauh dari situ, murid-murid beliau pun pada protes.
“Apa sesungguhnya yang telah terjadi wahai
guru?” tanya mereka setelah menceritakan kejadian-kejadian tak mengenakan
sepanjang perjalanan. Berbanding terbalik seperti yang sang Syaikh ajarkan
tentang keluhuran peradaban islam.
Seketika Syaikh Muhammad Abduh terdiam dan
menangis sesenggukan. Hingga keluarlah kata-kata yang sangat fenomenal ‘al-islamu mahjubun bil muslimin’. Islam telah tertutupi oleh kaum muslimin. Yakni keluhuran dan kemuliaan
islamd irusak oleh sebagian polah tingkah umat islam itu sendiri yang jauh dari
nilai-nilai kehidupan islami.
Oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus
menanamkan nilai-nilai islami dalam diri kita dan mengamalkannya di lingkungan sekitar. Dimulai dari hal sederhana, seperti
menjaga kebersihan lingkungan, berinteraksi
dengan baik kepada masyarakat, bergotong royong antar umat beragama, hingga berkhidmah kepada negara. Dengan demikian maka citra umat
islam akan terlihat indah terlebih di mata mereka yang belum mengenal islam,
barangkali hal ini menjadi sebab mereka mendapatkan hidayah AllohTa’ala. So
kalau bukan kita, siapa lagi??
Mesir kayaknya hampir sama kayak Indonesia ya. Jadi pengen ke Mesir.
ReplyDeleteYaps jauh dri ekspektasi seprti yang di pelemnya Kang Abik.
DeleteWahhh Nice info Gan heheheh:)
ReplyDeleteThanks gan udah baca :)
Deletesaya tunggu tulisan berikutnya mas
ReplyDelete